Rabu, 19 Desember 2012

Tujuh Kelebihan Setan Dibandingkan Manusia




1. Pantang menyerah

Setan tidak akan pernah menyerah selama keinginannya untuk menggoda manusia belum tercapai. Sedangkan manusia banyak yang mengeluh  dan malah banyak yang menyerah serta putus asa.

2. Kreatif

Setan akan mencari segala cara apapun dan bagaimanapun untuk menggoda manusia agar tujuannya tercapai, selalu kreatif dan penuh inovasi dengan ide2. Sedangkan manusia hanya ingin enaknya saja, dan sangat banyak yang malas.

3. Konsisten

Setan dari mulai diciptakan tetap konsisten pada pekerjaannya, tak pernah mengeluh dan berputus asa apalagi menyerah dalam berusaha,Sedangkan manusia??? Banyak manusia yang mengeluhkan pekerjaannya, padahal banyak manusia lain yang masih nganggur dan membutuhkan pekerjaan akhirnya,Loncat sana loncat sini gak punya pendirian yang kuat

4. Solider

Sesama setan tidak akan pernah saling menyakiti apalagi saling mengkhianati, bahkan akan selalu bekerjasama untuk menggoda manusia. Sedangkan manusia, jangankan peduli terhadap sesamanya, kebanyakan malah saling menyakiti, memfitnah dan menjatuhkan bahkan saling bunuh.

5. Jenius

Setan itu paling pintar memutar otaknya dalam mencari cara agar manusia tergoda. Sedangkan manusia banyak yang tidak kreatif, bahkan banyak yang jadi peniru dan plagiat…malas berpikir kreatif (bodoh)

6. Tanpa Pamrih

Setan itu bekerja 24 Jam penuh tanpa mengharapkan imbalan apapun dari sesama setan. Sedangkan manusia, apapun harus dibayari pake uang ataupun barang berharga.Materi memang penting,tapi bukanlah hal yang terpenting dalam hidup ini!

7. Suka berteman dan kompak

Setan adalah mahluk yang selalu ingin berteman,dan  berteman agar banyak temannya di neraka kelak. Sedangkan manusia banyak yang lebih memilih mementingkan diri-sendiri dan egois. Manusia dalam mengerjakan sesuatu cenderung ingin menonjolkan kemampuannya sendiri dibanding bekerja sama dengan orang lain (suka cari muka dengan menjelekkan/menjatuhkan teman seperjuanganx).

Senin, 10 Desember 2012

KUNKER PANGDAM V/BRAWIJAYA DI KODIM 0820

 Selasa (9/10/2012) pukul 10.00 Pangdam V/Brawijjaya Mayjen Murdjito beserta Ibu dan rombongan tiba di Makodim 0820 Probolinggo dengan disambut Dandim0820 beserta Muspida Kab/Kota Probolinggo, para Perwira staf, Danramil, dan Ibu Persit KCK Cab. XXXIV Kodim 0820.
Selanjutnya Pangdam dengan didampingi Danrem 083/Bdj, para Asisten Kasdam V/Brw, Dandim 0820 melaksanakan silaturahmi dengan jajaran Muspida Kab/Kota Probolinggo diantaranya Bupati dan Wakil Walikota Probolinggo, Kapolres Kota dan Kabupaten, Ketua DPRD dan Kajari.
.
Selesai acara silatuhrahmi Pangdam beserta rombongan mendengarkan paparan Dandim 0820 di ruang data tentang situasi yang berkembang terakhir di wilayah Proboinggo terutama menjelang Pemilukada Kabupaten Probolinggo.

Sementara di lain tempat yaitu di Aula Makodim 0820 Ketua Persit PD V/Brawijaya Ibu Rini Murdjito dengan didampingi Ketua Persit Koorcab 083/Bdj Ibu Muhammad Nakir serta Ibu Pengurus Persit PD V/Brawijaya melaksanakan tatap muka kepada 297 anggota Persit KCK Cab XXXIV Kodim 0820 yang sebelumnya mengunjungi sekolah TK Kartika 69 Kodim 0820

Kemudian Pangdam setelah mendengarkan paparan dandim 0820 melaksanakan pengarahan kepada 370 anggota Kodim 0820 dan jajaran Bapras wilayah Kodim 0820 yang intinya menyampaikan kepada para Babinsa yang ada di wilayah Kodim 0820 agar berperan aktif dalam melaksanakan tugas di wilayah binaannya karena babinsa merupakan ujung tombak dari Komando Teritorial. Babinsa harus memiliki sikap peduli kepada lingkungannya.

Lebih lanjut Pangdam menyampaikan kepada para Danramil agar memantau setiap kegiatan Babinsanya dan harus mengetahui kondisi anggotanya, apabila para Babinsa membuat masalah di Desa binaan maka segera diganti karena masih banyak yang mengantri untuk menjadi Babinsa. Babinsa pada dasarnya harus bisa memberikan kontribusi kepada masyarakat, membantu menyelesaikan permasalahan yang terjadi bukan malah membuat masalah.

Setelah pelaksanaan pengarahan bapak Pangdam, Danrem 083/Bdj, para Asisten, Dandim 0820
beserta Ibu menuju ke lapangan belakang Kodim 0820 untuk malaksanakan penanaman bibit pohon mangga dan papaya California sebagai bentuk pelaksanaan program penghijauan.

Selanjutnya pada pukul 13.30 rombongan Pangdam V/Brawijaya meninggalkan Kodim 0820 untuk melanjutkan rangkaian kunjungan kerja ke wilayah Kodim 0822 Bondowoso.


SURYA Online, SITUBONDO - Pelaksanaan TNI Manunggal Membanguna Desa (TMMD) dibuka secara resmi oleh Pangdam V Brawijaya, Mayjen Murdjito.

Dalam upacara pembukaan TMMD ke-89 di alun-alun Situbondo, ditekannya pada pelaksanaan bakti sosial, program Keluarga Berencana (KB) dan kesehatan masyarakat pedesaan.

Komandan Kodim 0823 Situbondo, Lektol TNI Soegeng Riyadi, dalam pencanangan TNI Manunggal KB ini, pihak TNI bekerja sama dengan BKKBN Propinsi Jatim, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di situbondo.

“Dalam pencanangan ini, program KB yang disiapkan ada sebanyak 53 implan (susuk), 12 Intra Uterine Divice (IUD) dan  9 medis operatif pria (MOP) atau vasektomi,” kata Soegeng Riyadi.

Program ini tidak hanya di pusatkan di kota, melainkan akan ditindak lanjuti ke desa-desa. Diantaranya di Desa Jatisari, Kecamatan Arjasa dan Desa Bantal, Kecamatan Asembagus.

“TNI manunggal KB di pusatkan situbondo, karena sebagai kabupaten sukses melaksanakan dalam program MOP,” katanya.

Sementara itu, Pangdam V Brawijaya Mayjen TNI Murdjito menyatakan TNI tugasnnya membantu percepatan pembangunan yang menyentuh langsung kepada kepentingan masyarakat terpencil dan masyarakat yang berada di daerah tertinggal.

“Harapan kita itu tadi, yaitu mensejahterakan seluruh lapisan masyarakat sampai ditingkat masyarakat  pelesok. Tapi, kalau untuk TNI  mensejahterakan kemanunggalan rakyat,” kata Mayjen Murdjito.
Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI Murdjito meninjau kesiapan peserta TMMD di Situbondo,              Rabu (10/10/2012)

 
Banyuwangi Kedatangan Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI Murdjito

Kamis, 11 Oktober 2012
BANYUWANGI – Rabu kemarin (10/10), Banyuwangi kedatangan Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI Murdjito. Jenderal bintang dua yang datang bersama istri  itu disambut Bupati Abdullah Azwar Anasbeserta  jajaran Forum Pimpinan Daerah (Forpimda) di Makodim 0825 Banyuwangi.
Kunjungan Mayjen Murdjito ini, menurut Kasdim 0825 Mayor (Inf) Gandu Widyo Putro adalah untuk melakukan pertemuan internal TNI AD dalam rangka pembinaan. Sebelumnya, secara khusus, Mayjen Murdjitojuga menggelar pertemuan dengan jajaran Forpimda.
Ini adalah untuk kedua kalinya Mayjen Murdjito berkunjung ke Banyuwangi.Kunjungannya yang pertama adalah beberapa waktu lalu, saat masih bertugas di Mabes TNI AD Jakarta,  Mayjen Murdjito mendampingi KSAD Jenderal TNI Pramono Edhi Wibowo.
Kedatangan Mayjen Murdjitodisambut oleh tarian  Jejer Gandrung diikuti oleh dua orang peserta  Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) tahun lalu lengkap dengan kostumnya. Usai melakukan pertemuan, Pangdam melakukan kegiatan tanam pohon di halaman Kodim 0825.(Humas & Protokol)

Sabtu, 01 Desember 2012

Sholawat Nariyah




Sholawat Nariyah adalah sebuah sholawat yang disusun oleh Syekh Nariyah. Syekh yang satu ini hidup pada jaman Nabi Muhammad sehingga termasuk salah satu sahabat nabi. Beliau lebih menekuni bidang ketauhidan. Syekh Nariyah selalu melihat kerja keras nabi dalam menyampaikan wahyu Allah, mengajarkan tentang Islam, amal saleh dan akhlaqul karimah sehingga syekh selalu berdoa kepada Allah memohon keselamatan dan kesejahteraan untuk nabi. Doa-doa yang menyertakan nabi biasa disebut sholawat dan syekh nariyah adalah salah satu penyusun sholawat nabi yang disebut sholawat nariyah.
Suatu malam syekh nariyah membaca sholawatnya sebanyak 4444 kali. Setelah membacanya, beliau mendapat karomah dari Allah. Maka dalam suatu majelis beliau mendekati Nabi Muhammad dan minta dimasukan surga pertama kali bersama nabi. Dan Nabi pun mengiyakan. Ada seseorang sahabat yang cemburu dan lantas minta didoakan yang sama seperti syekh nariyah. Namun nabi mengatakan tidak bisa karena syekh nariyah sudah minta terlebih dahulu.
Mengapa sahabat itu ditolak nabi? dan justru syekh nariyah yang bisa? Para sahabat itu tidak mengetahui mengenai amalan yang setiap malam diamalkan oleh syekh nariyah yaitu mendoakan keselamatan dan kesejahteraan nabinya. Orang yang mendoakan Nabi Muhammad pada hakekatnya adalah mendoakan untuk dirinya sendiri karena Allah sudah menjamin nabi-nabiNya sehingga doa itu akan berbalik kepada si pengamalnya dengan keberkahan yang sangat kuat.
Jadi nabi berperan sebagai wasilah yang bisa melancarkan doa umat yang bersholawat kepadanya. Inilah salah satu rahasia doa/sholawat yang tidak banyak orang tahu sehingga banyak yang bertanya kenapa nabi malah didoakan umatnya? untuk itulah jika kita berdoa kepada Allah jangan lupa terlebih dahulu bersholawat kepada Nabi SAW karena doa kita akan lebih terkabul daripada tidak berwasilah melalui bersholawat.
Inilah riwayat singkat sholawat nariyah. Hingga kini banyak orang yang mengamalkan sholawat ini, tak lain karena meniru yang dilakukan syekh nariyah. Dan ada baiknya sholawat ini dibaca 4444 kali karena syekh nariyah memperoleh karomah setelah membaca 4444 kali. Jadi jumlah amalan itu tak lebih dari itba' (mengikuti) ajaran syekh.
Agar bermanfaat, membacanya harus disertai keyakinan yang kuat, sebab Allah itu berada dalam prasangka hambanya. Inilah pentingnya punya pemikiran yang positif agar doa kita pun terkabul. Meski kita berdoa tapi tidak yakin (pikiran negatif) maka bisa dipastikan doanya tertolak.
Inilah bacaan sholawat nariyah yang terkenal itu :
"Allohumma sholli shollatan kamilah wa sallim salaman. Taman 'ala sayyidina Muhammadiladzi tanhallu bihil 'uqodu wa tanfariju bihil kurobu. Wa tuqdhobihil hawa iju wa tunna lu bihiro 'ibu wa husnul khowatim wa yustaqol ghomawu biwaj hihil kariim wa 'ala aalihi washosbihi fii kulli lamhatin wa hafasim bi'adadi kulli ma'luu mi laka ya robbal 'aalamiin"


Artinya :
"Ya Allah Tuhan Kami, limpahkanlah kesejahteraan dan keselamatan yang sempurna atas junjungan kami Nabi Muhammad SAW. Semoga terurai dengan berkahnya segala macam buhulan dilepaskan dari segala kesusahan, ditunaikan segala macam hajat, tercapai segala keinginan dan khusnul khotimah, dicurahkan rahmat dengan berkah pribadinya yang mulia. Kesejahteraan dan keselamatan yang sempurnah itu semoga Engkau limpahkan juga kepada para keluarga dan sahabatnya setiap kedipan mata dan hembusan nafas, bahkan sebanyak pengetahuan Engkau, Ya Tuhan semesta alam"


·  Assalamualaikum
BUAH PEMIKIRAN
Mangga dicicipi, kalo enak yang ditelan, kalo gak enak yang di mangga muntahin …
Oleh
Muakhor Zakaria
SYAREAT TAREKAT
HAKEKAT MA’RIFAT
Rukun islam ada lima.jadi pemahamanya dari masing masing rukun adalah begini:
yang pertama syahadat
[1] SAREATNYA SAHADAT
yaitu mengucap dua kalimah sahadat.ASHADU ALLA ILLAHA ILLALLAH WA ASHADU ANNA MUHAMMADDAR ROSULLULLOH
[2] TAREKATNYA SAHADAT.
yaitu rahasianya (sholat jati) sholat jati ini adalah sholatnya nabi muhammad.perbedaan sholat jati dengan sholat sareat sangat berbeda sekali.kalau sholat sareat itu menggunakan sareat yaitu berdiri, ruku’,sujud,duduk tumaninah.tapi kalau sholat jati adalah dilakukan dengan hati dan rasa yaitu membaca setiap keluar masuknya nafas yang kita miliki.dan perlu kita ketahui keluar masuknya nafas kita itu ada artinya.masuknya nafas itu berbunyi HU dan keluarnya nafas itu berbunyi ALLOH.
(HU) artinya adalah(RASA) (ALLOH) artinya adalah(HIDUP) jadi sholat jati tidak akan pernah batal oleh apa pun.karna sholat jati di lakukan tidak secara dohir/lahir akan tetapi sholat jati di lakukan dengan hati dan rasa/qolbu.makanya di awal di jelaskan sholat jati adalah menghilangkan/menutup panca indra.walau kita sedang bekerja hati dan rasa kita tetap sholat,walau kita sedang bepergian namun hati dan rasa kita tetap sholat.meskipun bibir kita sedang berbicara.namun hati dan rasa kita tetap bertasbih hu alloh/rasa yang hidup.ibaratnya sholat dohir kita ingatnya kepada alloh hanya pada waktu shubuh,lohor,asar,magrib,isya dan sbagainya akan tetapi belum tentu pada waktu sholat kita ingat kepada alloh.akan tetapi sholat jati setiap detik,setiap jam,hari,minggu,bulan,tahun,dst tiada yang di imani dan di ingat selain alloh semata.jadi setiap tarikan dan hembusan nafas kita menjadi puji.puji kepada yang telah memberikan kita hidup yang asalnya wujud kita ini tidak ada.kemudian menjadi ada.
[3] HAKEKATNYA SAHADAT.
hakekatnya sahadat adalah adanya(hidup) jadi sahadat adala(hidup) jadi mengupas kata saha artinya(siapa) kemudian dat.mengkaji kata sahadat/siapa dat? dat artinya adalah alloh siapa sih alloh? tiada kata yang lain atau jawaban yang lain untuk menjawab siapa alloh.jawabanya tiada lain tiada bukan cuma satu kata yaitu: (HIDUP) jadi hidup satu memenuhi dunia.demikian pemahaman tentang hakekatnya sahadat.
[4] MA’RIFATNYA SAHADAT.
jadi pada waktu sholat jati/rasa.harus bisa merasakan badan di liputi nur muhammad/terang yaitu cahaya 7 rupa menjadi satu.yaitu cahaya hitam,merah,kuning,putih,hijau,violet,bintik2/yang di sebut nur muhammad.
rukun yang ke dua sholat
[1] SAREATNYA SHOLAT
yaitu:berdiri,ruku,sujud,duduk,salam
[2] TAREKATNYA SHOLAT
berdiri itu huruf >alif
ruku itu huruf> lam
sujud itu huruf>lam
duduk itu huruf>ha’
di gabungkan menjadi kalimah lafad(ALLOH)
[3] HAKETATNYA SHOLAT
yaitu pada waktu sholat jati akan bertajali kepada alloh
[4] MA’RIFATNYA SHOLAT.
harus bertemu dengan nur muhammad yaitu
narrun hawaun
maun turrobun
rukun yang ke 3 zakat
[1] SAREATNYA ZAKAT
mengeluarkan harta kepada fakir miskin.
[2] TAREKATNYA ZAKAT.
yaitu mengerjakan segala ilmu,tentang ilmu,memahami sifat ilmu.
[3] HAKEKATNYA ZAKAT.
pelaksanaan sholat jati.itu adalah menzakatkan diri kita kepada alloh
[4] MA’RIFATNYA ZAKAT.
yaitu:harus sampai bisa merasa ilang/hilang jasmani waktu sholat jati.karna hakekatnya sholat jati adalah sholatnya rasa atau qolbu.bukan sholat dohir atau jasmani.
rukun yang ke 4 puasa
[1] SAREATNYA PUASA
yaitu:ganti makan.siang jadi malam.
[2] TAREKATNYA PUASA
yaitu:tajali pada waktu sholat jati.
[3] HAKEKATNYA PUASA.
yaitu:menahan diri dari segala hawa nafsu.baik nafsu lahiriah maupun nafsu batiniah.
[4] MA’RIFATNYA PUASA.
yaitu:pada waktu sholat jati harus bertemu dengan bulan purnama yang di dalam badan kita/hidup.kalau hidup pandai merasa yang ada hanya rasa merasa.dan yang namanya merasa jumlahnya triliunan.tapi di sini kita ambil dua versi yaitu merasa bodoh dan merasa pinter.tinggal diri kita merasa apa?merasa bodoh apa merasa pinter?.kalau hati sudah merasa bodoh. maka hati adalah lautan kasih sayang alloh.tapi kalau hati sudah merasa pinter dan tidak tau pakemya/rem maka hati akan menjadi lautan sombong.dan rasa sombong dekat sekali dengan kekafiran.ingatkah kita akan sejarah? setan di usir dari syurga karna apa? karna satu yaitu sombong.semoga diri dan hati kita senantiasa terjaga dari hal hal yang demikian.
rukun yang ke lima haji
[1] SAREATNYA HAJI
yaitu:berjiarah ke mekah dan madinah ke makam nabi muhammad dan baitulloh.
[2] TAREKATNYA HAJI.
yaitu:pada waktu sholat jati akan bertajali kepada dat yang maha suci.
[3] HAKEKATNYA HAJI.
yaitu:melebur dosa-dosa.yang telah digunakan berbicara,tingkah laku,yang di gunakan kepada sifat keduniaan.
[4] MA’RIFATNYA HAJI.
tidak ada bilangan lima setelah melaksanakan.harus bisa merasa menjadi satu antara jasmani dengan rohani.
jadi pada dasarnya sareat,tarekat,hakekat,ma’rifat adalah bagian yang sama sekali tidak bisa di pisah kan.jadi tingkatan kelas agama ini di ibaratkan.seperti buah kelapa.
1.sareat ibarat:tepes/sepet/sabutnya kelapa
2.tarekat ibarat batoknya kelapa.
3.hakekat ibarat isinya kelapa.
4.ma’rifat ibarat minyaknya kelapa.
sareat tanpa tarekat adalah mustahil,tarekat tanpa hakekat itu juga mustahil,hakekat tanpa ma’rifat juga itu juga adalah mustahil.kalau di ibaratkan pada manusia.sareat adalah wujud tingkah laku anggota badan.sedangkan tarekat adalah hati.hati tempatnya ilmu,dan hakekat adalah rasa,dan ma’rifat adalah cahaya/hidup.hidup merasa,merasa hidup,hidup karna apa? karna ada yang menghidupkan,siapa yang menghidupkan? yang menghidupkan yang mempunyai hidup yaitu alloh.

Takholli,Tahalli,Tajalli




TAKHALLI
sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Q.S As Syams (91) : 9-10)
Takhalli adalah mensucikan diri. Dalam hal ini disimbolkan dengan kisah pembedahan hati Nabi oleh Malaikat Jibril dengan air zam-zam. Harap dipahami bahwa pembedahan hati tersebut hanya simbol!. Maksud dari simbol itu adalah untuk menemui Allah harus bersih/suci dari penyakit hati. Artinya adalah manusia harus berusaha mensucikan dirinya. Kenapa? Karena Allah itu Maha Suci. Dia hanya akan menerima hamba-Nya yang suci. Mereka yang belum suci ya belum bisa kembali kepada-Nya. Ini berarti mereka masih
berada di alam surga dan neraka-Nya. Sebagian dari mereka masih melakukan kejahatan. Sebagian dari mereka beribadah karena takut neraka (mental budak) dan sebagian mereka lagi beribadah karena berharap surga (mental pedagang). Jadi masih harus dilatih! Masih harus disempurnakan!
Bertakhalli adalah jihad yang paling besar karena harus mengalahkan diri sendiri. Harus mengendalikan hawa nafsunya sendiri. Sifat-sifat iri, dengki, munafik, tamak, dan perbuatan lain yang merugikan orang haruslah dibuang jauh-jauh. Jelas bahwa musuh terbesar manusia bukanlah siapa-siapamelainkan dirinya sendiri. Ada sebuah ungkapan bijak dari Walt kelly yang mengatakan :
Kita telah menemukan sang musuh, dan ternyata dia adalah diri kita sendiri”. Dalam suatu Hadistnya, Nabi juga mengatakan bahwa orang mukmin yang kuat bukanlah yang kuat fisiknya melainkan yang mampu mengalahkan hawa nafsunya.
TAHALLI
Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (Q.S An Nahl(16) : 90)
Tahallli adalah mengisi hidup kita dengan kebajikan atau perbuatan yang baik seperti jujur, kasih sayang, sabar, ikhlas, mudah memberi maaf, menegakan perdamaian dan menebar salam kepada sesama manusia. Nah, sekarang ini sebagian umat Islam memposisikan dirinya ekslusif. Paling benar. Merasa paling masuk surga sendirian sehingga mengharamkan menjawab salam dari umat non muslim.
Padahal fatwa tersebut jelas menyalahi perintah Allah. Bahkan di Al Quran surah An Nisaa (4):94, pada saat berperang orang mukmin itu dilarang mengatakan “kamu bukan mukmin” terhadap orang yang mengucapkan salam. Dalam situasi perang saja kita diperintahkan demikian apalagi dalam situasi damai!. Ayat lain di Al Quran juga memerintahkan hal yang sama :
Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pemurah ialah mereka yang berjalan dimuka bumi ini dengan rendah hati. Apabila orang jahil menyapa mereka, maka mereka berkata “Salam” (kata-kata yang baik). (Q.S Al Furqan (25) : 63)
Coba kita baca kembali ayat diatas. Sangat jelas bahwa orang mukmin yang rendah hati pun akan membalas salam bahkan dari orang jahil atau iseng sekalipun. Inilah mukmin yang mampu mengajak orang lain ke sorga dengan menebar salam. Ayat diatas adalah ayat Quran, jadi tidak perlu ditanya lagi keshahihannya. Sayangnya oleh para ulama, ayat diatas dibatalkan oleh Hadist yang melarang menjawab salamnya orang non muslim. Tidaklah mengherankan jika kemudian Islam dipandang sebagian orang non muslim sebagai agama yang tidak bersahabat. Sungguh aneh jika Al Quran dihapus oleh Hadist. Seharusnya kita hanya mengambil Hadist yang tidak bertentangan dengan Quran. Kalau ada Hadist yang bertentangan dengan Quran sebaiknya tidak masuk hitungan meski diriwayatkan oleh perawi yang terkenal sekalipun. Perbuatan dan perkataan Rasul tentu disesuaikan dengan kondisinya pada saat itu. Kita harus melihat kemungkinannya bahwa Hadist itu sifatnya kasus per kasus () dan tidak bisa digeneralisasi untuk semua keadaan. Dalam hal perintah Nabi untuk membunuh cecak misalnya, Hadist ini tidak bisa digeneralisasi bahwa semua cecak harus dibunuh sebab Nabi mengatakan perintah demikian karena pada saat itu Nabi terkena kotoran cecak. Malah dalam Hadist lainnya, Nabi justru
memerintahkan kita untuk tidak membunuh binatang yang tidak mengganggu.
 Begitu juga dengan Hadist yang melarang menjawab salam dari kalangan non muslim harusnya jangan kita telan bulat-bulat. Jadi dalam hal ini kita harus berhati-hati dengan Hadist. Bukan berarti kita ingkar Hadist. Bukan!! Tapi berhati-hati dalam berfatwa menggunakan Hadist. Jangan kita terjebak mengagung-agungkan (taklid) kepada perawinya. Tidak ada jaminan dari Allah atau Nabi Muhammad yang menyatakan bahwa perawi A atau B adalah perawi yang harus ditaati, dipercaya karena bebas dari kesalahan.

Sejarah Hadist sendiri dimulai pada tahun 100 H dimana Khalifah Umar bin Abdul Aziz mendorong penulisan Hadist. Jika Al Qurannya pada masa itu sudah baku dan hanya ada satu yakni versi Ustman bin Affan -versi lainnya dibakar agar tidak terjadi perbedaan-, tidaklah demikian dengan Hadist. Di masa Umar bin. Abdul Aziz -yang wafat 101 H- riwayat, dongeng, sabda Yesus, dan doktrin di luar Al Quran menjamur dan tak terkontrol sehingga pemalsuan Hadist sulit untuk bisa di edit kembali. Lebih dari 125 tahun kemudian, Bukhari baru muncul di permukaan bumi. Tak alang kepalang jumlah Hadist, lebih dari sejuta Hadist. Bukhari sendiri menyeleksi sekitar
600.000 Hadis. Dan dari yang terseleksi pun banyak yang miring kepada daulat Abbasiyah.
Coba bayangkan, menguji validitas Hadist setelah 200 tahun Nabi wafat, tentunya merupakan pekerjaan yang hampir mustahil dikerjakan manusia. Karena itu, tumbuhlah ilmu-ilmu untuk menyaring Hadist, misalnya uji isnad/rijal, cara periwayatan, dan juga matan. Jika Alquran yang ribuan ayat saja perlu kejelian untuk menjadikannya kitab di masa Umar bin Khatthab, bagaimana membakukan Hadist yang jumlahnya lebih dari sejuta? Secara logis, “Pesan berantai” dari Nabi Muhammad hingga ratusan tahun ke depan tentu akan sulit ditelusuri keasliannya. Tidak heran jika ada kelompok yang saling berbeda pendapat akhirnya saling menuduh bahwa kelompok itu menggunakan Hadist palsu. Pertengkaran dalil seperti ini jelas akan mengorbankan ukhuwah Islam demi ego kelompoknya masing-masing.

Setelah pembakuan Hadist secara besar-besaran, terbukti umat Islam malah kian tertinggal dibandingkan umat agama lain karena patokan mereka cukup dengan Hadist saja, bahkan sebagian lagi malah ada yang “menuhankan” Hadist dan melupakan Quran. Dengan demikian, dalam menyikapi Hadist, harusnya kita sangat berhati-hati karena walau bagaimanapun ada Hadist yang sifatnya kasuistis (per kasus) dan ini bisa berbahaya bila digeneralisasi dan dijadikan hukum.
Hanya Al Quranlah yang dijamin keasliannya oleh Allah. Yang terbaik adalah menafsirkan Quran dengan Quran. Boleh saja kita menafsirkan Quran dengan Hadist asal Hadistnya tidak bertentangan dengan Quran. Kalau semua Quran ditafsirkan dengan Hadist ya umat Islam bakalan mandeg. Al Quran akhirnya cuma dikeramatkan. Orang malah lebih sering ngaji Quran ketimbang mengkaji Quran. Umat Islam jadi malas berpikir untuk mengkaji kembali Quran karena merasa sudah cukup ditafsirkan oleh Hadist. Al Quran jadinya
malah tertutup untuk bisa ditafsirkan kembali sesuai perubahan jaman. Jadilah kita umat Islam abad ke-21 dengan produk pemikiran di abad silam. Islam akhirnya tidak bisa menjadi rahmatan lil ‘alamin yang mampu menjadi solusi di segala jaman. Sungguh kita membutuhkan ulama-ulama reformis yang mampu membenahi citra Islam sebagai agama yang terbuka terhadap perkembangan jaman.

TAJALLI

Maka Kami bukakan tirai yang menutupi engkau, oleh sebab itu pandangan engkau amatlah terangnya. (Q.S. Qaaf (50) : 22)

Pada proses takhalli dan tahalli, seseorang berarti telah makrifat kepada Af’al, Asma dan Sifat-Nya. Puncak dari seagala makrifat adalah makrifat Dzat. Inilah yang disebut tajalli. Dalam istilah lain disebut juga Musyahadah atau Mukhasafah. Manusia yang sudah mencapai tajalli berarti ia telah bermikraj.

Dalam peristiwa Isra Mikraj, Nabi diceritakan telah sampai ke “Pohon Sidrah” (Pohon Lotus) yang biasa dikenal dengan sebutan Sidratul Muntaha. Dengan Mikraj berarti beliau telah sampai kepada bayt Allah lalu menemui-Nya. Nabi mengatakan : Ra’aitu Robbii fii ahsani su’uura (Aku telah melihat Tuhanku yang seelok-eloknya rupa yang tiada umpamanya). Dengan demikian, tidak ada hijab lagi antara diri dan Tuhannya. Yang ditemui adalah Cahaya diatas cahaya!
Allah adalah cahaya semua langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus yang didalamnya ada pelita besar. Pelita itu didalam kaca (dan) kaca itu bak bintang yang memancarkan sinar gemerlapan yang dinyalakan (dengan minyak) dari pohon yang diberkati –yaitu pohon zaitun yang tidak tumbuh di timur maupun barat. Minyaknya pun bercahaya meski tidak disentuh api. Cahaya diatas cahaya. Allah memberikan cahaya pada orang yang menghendaki cahaya-Nya. (Q.S An Nuur (24):35)

Nah, sholatnya orang-orang beriman (makrifat) sangatlah khusyu karena ketika mereka sholat, tidak ada hijab antara ia dan Tuhannya. Nabi bersabda :
“Sholat adalah mikrajnya orang-orang yang beriman”. Ya! Hanya orangorang berimanlah yang mengalami Mikraj ketika sholatnya Ini artinya mereka tidak menyembah adam sarpin (kekosongan). Mereka bashar (melihat) Allah ketika sholat dan Allah pun bashar kepada mereka. Sunan Bonang –salah satu walisongo, penyebar agama Islam di nusantara- pernah bertutur, seperti yang tertulis dalam Suluk Wujil sebagai berikut :
Endi ingaran sembah sejati
Aja nembah yen tan katingalan
Temahe kasor kulane
Yen sira nora weruh
Kang sinembah ing dunya iki
Kadi anulup kaga
Punglune den sawur
Manuke mangsa kenaa
Awekasa amangeran adam sarpin
Sembahe siya-siya
Artinya : “manakah yang disebut sholat yang sesungguhnya? Janganlah menyembah bila tidak tahu siapa yang disembah. Akibatnya akan direndahkan martabat hidupmu. Apabila engkau tidak mengetahui siapa yang disembah didunia ini, engkau seperti menyumpit burung. Pelurunya disebar tetapi tak ada satupun yang mengenai burungnya. Akhirnya cuma menyembah adam sarpin, penyembahan yang tiada berguna”

Dalam beragama, ada golongan orang ‘alim dan ada golongan orang ‘arif (telah makrifat). Perbedaannya adalah, kalau orang ‘alim mengenal Tuhan hanyalah sebatas percaya saja. Syahdatnya pun hanya diucapkan di bibir. Sedangkan orang ‘arif mengenal Tuhannya adalah melalui (penyaksian). Syahadatnya bukan hanya diucapkan belaka melainkan telah dibuktikannya. Jika seseorang sudah mencapai tahap alim maka seyogyanya ia meningkatkan kualitas dirinya menjadi seorang yang ‘arif. Orang yang telah mengenal Tuhannya akan mampu sholat terus menerus dalam keadaan berdiri, duduk, bahkan tidur nyenyak Intinya adalah segala perbuatannya adalah sholat. Inilah yang disebut “sholat daim”. Aladzina hum ‘ala sholaatihim daa’imuun. Yaitu mereka yang terus menerus melakukan sholat (Q.S Al-Ma’aarij : 70:23)

Mereka yang mampu sholat daim adalah mereka yang tidak akan berkeluh kesah dalam hidupnya dan senantiasa mendapat kebaikan sebagaimana disampaikan Q.S 70 : 19-22. Nah, sholat daim ini modelnya seperti apa? Ah.. tentu saja tidak bisa dibeberkan disini karena sholat daim adalah “oleh-oleh” dari hasil pencarian spiritual manusia. Tidak bisa diceritakan ke semua orang kecuali mereka yang telah memiliki kematangan spiritual. Ibarat pelajaran fisika S3, ya tentu tidak bisa diajarkan kepada anak SMP. Harus lulus dulu S2- nya agar menerima ilmu tersebut lebih mudah.

Sholat daim adalah sholatnya orang ‘arif yang telah mengenal Allah. Ini adalah sholatnya para Nabi, Rasul, dan orang-orang ‘arif. Ilmu ini memang tidak banyak diketahui orang awam. Lantas bagaimana dengan sholat lima waktu? Nah sholat lima waktu sebenarnya adalah jumlah minimal saja yang harus dikerjakan manusia untuk mengingat Allah. Pada hakekatnya kita malah harus terus menerus untuk mengingat Allah sebagaimana firman-Nya :
Dan ingatlah kepada Allah diwaktu petang dan pagi (Q.S Ar-Ruum (30) : 17)
Dan sebutlah nama Tuhanmu pada pagi dan petang. (Q.S Al-Insaan (76) : 25)

Ayat diatas bukan berarti mengingat Allah hanya dua kali saja yaitu waktu pagi dan petang sebab makna ayat diatas justru sehari-semalam! Yakni pagi dimulai dari jam 12 AM-12 PM, sampai dengan petang jam 12 PM-12 AM, begitu seterusnya. Nah, karena tidak semua orang sanggup untuk mengingat Allah dalam sehari-semalam maka sholat lima waktu itu adalah merupakan event khusus untuk mengingat-Nya. Jika orang awam tidak ada perintah sholat lima waktu maka tentu saja Allah akan mudah terlupakan. Kalau Allah
terlupakan maka bumi ini bisa rusak oleh berbagai kejahatan yang dilakukan manusia. Orang awam perlu dilatih disiplin melalui sholat lima waktu ini untuk mengingat Allah. Dengan mengingat Allah, kontrol diri akan lebih kuat.

Namun demikian, janganlah merasa cukup puas hanya dengan sholat lima waktu. Tingkatkanlah agar kita mampu melakukan sholat daim. Mari kita simak kembali ungkapan Sunan Bonang yang tertulis dalam Suluk Wujil :
Utaming sarira puniki
Angawruhana jatining salat
Sembah lawan pujine
Jatining salat iku
Dudu ngisa tuwin magerib
Sembahyang araneka
Wenange puniku
Lamun aranana salat
Pan minangka kekembaning salat daim
Ingaran tata krama

Artinya : “Unggulnya diri itu mengetahui hakekat sholat, sembah dan pujian. Sholat yang sebenarnya bukan mengerjakan isya atau magrib. Itu namanya sembahyang, apabila disebut sholat maka itu hanya hiasan dari sholat daim. Hanyalah tata krama”
Dari ajaran Sunan Bonang diatas, maka kita bisa memahami bahwa sholat lima waktu adalah sholat hiasan dari sholat daim. Sholat lima waktu ganjarannya adalah masuk surga dan terhindar neraka. Tentu yang mendapat surga pun adalah mereka yang mampu menegakan sholat yaitu dengan sholat tersebut, ia mampu mencegah dirinya dari berbuat keji dan mungkar.
Sayangnya, saat ini banyak orang yang hanya meributkan sholat fisiknya saja dan melupakan hakekat sholat itu sendiri. Seringkali jika terdapat perbedaan pada gerakan ataupun bacaan sholat, mereka saling ribut mengatakan sholatnya paling benar dengan menyebut sejumlah Hadist yang diyakininya benar.
Harap diingat! Perbedaan gerak maupun bacaan adalah hal yang wajar karena Nabi sendiri tidak mengajarkan sholat secara khusus melainkan hanyamengatakan “Sholatlah sebagaimana aku sholat”. Nah karena banyak orang yang menyaksikan sholatnya Nabi, maka penglihatan masing-masing orang bisa berbeda sehingga tidaklah aneh jika ada perbedaan dikemudian hari.
Mengapa Nabi tidak mengajarkan sholat secara khusus? karena gerakan sholat yang dicontohkan Nabi sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Arab. Gerakan sholat yang dicontoh Nabi berasal dari agama Kristen Ortodoks Syiria yang telah muncul satu abad sebelum Nabi lahir. Ritual sholat mereka dikerjakan dalam tujuh waktu. Gerakannya ada berdiri, ruku dan sujudnya mirip sekali dengan sholat lima waktu umat Islam. Cara sholat umat Kristen Ortodoks Syiria sampai hari ini pun masih bisa kita saksikan. Bagi umat Islam yang tidak mengerti sejarah, pasti akan sewot dan mengatakan mereka telah mencontek sholatnya orang Islam atau menuduh mereka melakukan kristenisasi gaya baru. Padahal, justru kitalah yang mengadopsi sholat dari mereka.
Dengan demikian, Nabi ternyata tidak membawa syariat baru. Nabi hanya memodifikasi berbagai syariat yang telah ada sebelumnya. Contoh lainnya adalah Ibadah Haji dan Umroh. Ibadah ini sudah menjadi kelaziman pada jaman pra Islam. Hampir seluruh ritualnya sama dengan yang dilakukan umat Islam pada saat sekarang, yakni memakai pakaian ihram, wukuf, melempar jumrah, sa’i dll. Nabi hanya mewarisi saja dengan menyingkirkan ibadah ini dari kesyirikan dan diganti dengan kalimah thoyibah.
Begitu juga dengan
pengagungan bulan Ramadhan, perkumpulan di hari jum’at, telah ada sebelumnya pada jaman pra Islam. Aturan pra Islam lainnya yang diadopsi dari tradisi hanifiyyah antara lain : pengharaman minum arak, riba, zina, memakan babi, kemudian ada juga pemotongan hukum tangan pelaku pencuri dlsb. Dengan demikian, Nabi hanya melakukan modifikasi saja pada beberapa syariat dan aturan. Termasuk dalam hal poligami yang tadinya dilakukan orang Arab pra Islam tanpa batas kemudian oleh Nabi dibatas menjadi empat
istri sesuai perintah dari Allah.

Nah, fakta-fakta diatas dapat Anda baca secara lebih luas melalui buku-buku yang mengulas sejarah dan peradaban pra Islam, misalnya karangan Khalil Abdul Karim dengan judulnya Al-Judzurat at-Tarikhiyyah la asy-syariah al Islamiyyah. Nah, pertanyaannya sekarang adalah, mengapa Nabi tidak membawa syariat yang sama sekali baru? Jawabannya mudah saja, karena jika membawa syariat baru maka hampir bisa dipastikan dakwah Nabi gagal. Sama halnya jika Nabi mengenalkan kesenian wayang di tanah Arab tentulah akan gagal karena ketidakcocokan budaya. Meski Islam itu untuk seluruh umat manusia, namun dalam konteks mengenalkan agama tersebut haruslah tetap mengacu dan berkompromi pada ritual dan budaya lokal Arab agar tetap bisa diterima masyarakat pada saat itu. Perhatikan firman Allah berikut ini :
Dan jikalau Kami jadikan Al Quraan itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan: “Mengapa tidak dijelaskan ayat ayatnya?” Apakah (patut Al Quran) dalam bahasa asing sedang (Rasul adalah orang) Arab? (Q.S Fushishilat (41) : 44)
Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. (Q.S Ibrahim (14) : 4)
Kalau Nabi membawa syariat baru maka sudah pasti akan ditolak oleh orang Arab karena syariat itu akan menjadi sangat asing bagi mereka. Coba kita ingat kembali misi utama Nabi yaitu memperbaiki ahlak dan mengajarkan tauhid. Bayangkan jika Nabi harus mengenalkan syariat baru, maka tentunya dakwah Nabi malah akan dipenuhi oleh pengajaran ritual-ritual ibadah yang baru. Bisa jadi nantinya fokus pada pembinaan ahlak akan terbengkalai karena umat lebih sibuk belajar ibadah ritual tanpa memahami hakekat ritual itu sendiri. Padahal semua ritual tersebut, tujuannya adalah untuk membentuk ahlak yang baik.
Hal yang sama juga telah dilakukan oleh para wali songo. Contohnya Sunan Kudus membuat Masjid dengan atapnya sama seperti pura (rumah ibadah umat Hindu). Syekh Siti Jenar tidak mengajarkan “sholat ala Arab” kepada orang jawa. Sujud bagi orang Arab adalah penghormatan yang tertinggi, sedangkan bagi orang jawa, penghormatan tertinggi adalah duduk dengan tangan ditangkupkan diatas kepala. Wali lain seperti Sunan Kalijaga juga mengenalkan Islam melalui sekatenan, muludan, selametan, wayang dll.
Sampai saat ini, kita masih mendapati Islam jawa yang diajarkan oleh Siti Jenar dan Sunan Kalijaga yang kemudian lebih dikenal dengan nama Islam abangan atau kejawen. Dengan demikian, para wali ini sebenarnya telah mengikuti sunnah Nabi yakni tidak merubah kebiasaan masyarakat setempat melainkan memodifikasi sedemikian rupa agar dakwahnya bisa diterima. Bagi para wali, yang terpenting dari ibadah itu adalah tujuannya sedangkan “wadahnya” bisa fleksibel sesuai dengan tradisi setempat.
Sekarang, sudah saatnya bagi kita tidak lagi perang syariat antar aliran agama. Yang terpenting dari syariat adalah isinya bukan kulitnya!. Syariat tanpa hakekat adalah sia-sia. Hakekat tanpa syariat? Nah ini yang sebenarnya tidak ada!, orang yang sudah mencapai hakekat, sudah pasti syariatnya ikut meski penerapannya berbeda antar tiap kelompok, aliran dan agama. Adanya perbedaan haruslah dihargai, bukan diperangi! Sebab cuma Allah-lah yang mengetahui sesat atau tidaknya seseorang (Q.S 53 : 32, 6 : 117).
Kita harus mampu melampaui batasan yang sifatnya lahiriah. Jangan melulu meributkan ritual fisik sholat! Tapi lihatlah tujuan dari sholat itu sendiri. Jangan pula hanya berhenti pada tataran sholat lima waktu saja. Sholat yang sejati adalah sholat yang terus menerus selama 24 jam (sholat daim) karena sholat inilah yang mampu melampui alam surga sehingga dapat kembali kepada-Nya. Disanalah nanti orang-orang ‘arif akan mendapatkan kebahagiaan yang kekal, manunggal bersama-Nya!
Bagi mereka yang ingin mendalami sholat daim maka silahkan mencari ulama tauhid (guru mursyid). Ulama ini cukup banyak hanya saja mereka tidak muncul ke permukaan. Mereka hanya mau mengajari orang-orang yang mau mencapai maqam makrifat saja. Sama halnya Nabi Muhammad pun hanya mengajari orang-orang tertentu saja misalnya para sahabat seperti Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar dll. Nah karena tidak mengajarkan secara terang-terangan inilah maka kemudian sebagian umat Islam menghakimi bahwa tasawuf yang 
bermunculan adalah sesat. Padahal ajaran tasawuf yang bermunculan semuanya bermuara ke para sahabat Nabi seperti Ali, Abu Bakar dll. Bahkan ada kelompok tasawuf yang mewajibkan murid-muridnya harus hafal silsilah dari guru mursyidnya hingga ke Rasulullah. Ini menandakan bahwa Rasulullah memang mengajarkan tasawuf atau cara mencapai makrifat kepada sahabatnya 
lalu diwariskan kembali oleh sahabat tersebut kepada generasi selanjutnya. Para imam mazhab sendiri mengakui tasawuf sebagai ajaran yang sangat penting. Imam Syafi’i Ra mengatakan : “Aku diberi rasa cinta melebihi dunia kalian semua. Meninggalkan hal-hal yang memaksa, bergaul dengan sesama penuh kelembutan dan mengikuti ahli tasawuf”.
Imam Ahmad bin Hambal Ra sebelum bertasawuf mengatakan “Hai anakku, hendaknya engkau berpijak kepada Hadist. Kamu harus berhati-hati bersama orang yang menamakan dirinya kaum sufi. Karena kadang diantara mereka sangat bodoh dengan agama”. Kemudian setelah berguru tasawuf kepada Abu Hamzah Al Baghdady, beliau meralat ucapannya : “Hai anakku, hendaknya engkau bermajlis kepada para sufi karena mereka bisa memberikan tambahan bekal kepada kita melalui ilmu yang banyak, muroqobah, rasa takut kepada Allah, zuhud dan himmah yang luhur. Aku tidak pernah melihat suatu kaum yang lebih utama ketimbang kaum sufi”.
Jadi, cara, usaha atau wasilah apapun sepanjang itu bisa mendekatkan diri kepada Allah tidaklah dilarang. Malah di Al Quran, kita dianjurkan mencari jalan yang mampu mendekatkan diri kepada-Nya :
Hai, orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan bersungguh-sungguh lah pada jalan- Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan (Q.S Al Maaidah (5) : 35)
Belajar tasawuf dengan berguru kepada ulama tauhid merupakan usaha atau jalan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Mengapa berguru itu penting? Keutamaan seorang guru mursyid adalah mampu membimbing kita lebih terarah ketimbang kita melakukan pencarian seorang diri. Dari sisi efisiensi waktu, jelas belajar kepada seorang guru akan lebih cepat ketimbang belajar tanpa guru. Meski demikian guru mursyid hendaknya tidak dikultuskan sedemikian rupa. Kita menimba pelajaran dari beliau dan kita sendirilah yang
akan menjalankannya. Kita tetap menjaga hubungan yang baik dengan dengan guru mursyid sebagai sesama orang yang beriman.
Diluar sana, banyak juga orang yang melakukan perjalanan spiritual seorang diri. Tentunya ia akan membutuhkan waktu yang panjang dan hasilnya pun belum pasti bahkan bisa terperosok kepada jalan yang keliru. Imam Ghozali adalah salah seorang filsuf yang melakukan perjalanan panjang (salik) dalam menemui Tuhannya. Ia bahkan harus mengasingkan diri dari keramaian orang banyak (uzlah) agar tidak terganggu tirakatnya.
Tentu hidup di jaman sekarang sangat sulit mengasingkan diri dari keramaian orang. Uzlah yang harus dilakukan manusia modern hendaknya tidak harus menyendiri dari keramaian dan tidak harus melepas tanggung jawab dunia dengan meninggalkan anak, istri. Seorang sufi bernama Abu Said Al Khudri bahkan mengatakan :
“Manusia sempurna adalah orang yang duduk diantara semua mahluk, berdagang bersama mereka, menikah serta bercampur dengan sesama manusia. Namun mereka tidak lengah sedetikpun dari mengingat Allah”.
Dengan uraian diatas, jelaslah bahwa usaha untuk menemui Allah tidak mesti harus memutus hubungan bermasyarakat. Allah bisa ditemui siapapun, ditempat apapun. Untuk menemui Allah ternyata ada jalan terpendek (mazhud) yakni dengan mendapat bimbingan dari guru mursyid. Rasullullah sendiri telah mencontohkan dalam hal menemui Allah yaitu dengan mikraj yang dilakukan cukup semalaman saja. Bandingkan dengan Sidharta Gautama yang membutuhkan waktu 6 tahun untuk mencapai mikraj. Guru mursyid inilah yang mampu mengajarkan mikraj dengan cepat sebagaimana yang telah dicontohkan Nabi Muhammad. Carilah guru mursyid yang mampu memberikan jalan tercepat dan paling efektif dalam usaha menemui-Nya sebagaimana yang dinyatakan dalam Al Quran :
Aku dapat membawa singgasana-Nya dalam sekejab mata (Q.S An Naml (27) : 40)
Jalan pendek ini pun akhirnya diakui jauh lebih efektif oleh Imam Ghozali dalam bukunya yang berjudul “misykat cahaya”. Sebab Allah selalu memberi kemudahan kepada umat-Nya khususnya bagi mereka yang memiliki keinginan kuat untuk menemui-Nya. Nabi Muhammad, dalam Hadistnya mengatakan :
“Barang siapa ingin menjumpai Allah, maka Allah pun ingin menjumpainya”
“Barang siapa yang tidak ingin menjumpai Allah, maka Allah pun tidak ada
keinginan untuk menjumpainya”

”berjalan kamu menuju Allah, maka berlari Allah menghampirimu. Sejengkal 
kamu mendatangi Allah, maka sedepa Allah mendatangimu”.

Proses Kultivasi adalah sebuah proses Tazkiyatun Nafs, yaitu sebuah proses penyucian jiwa & raga. Meningkatkan kualitas kemanusian kita dalam meraih derajat manusia mulya Insan Kamil. Ada 3 kekuatan yg berlangsung saat proses, yaitu Takhalli, Tahalli, & Tajalli. Pemurnian Energi, Transformasi Energi, & Munculnya Potensi.
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul dari golongan mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As-Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya dalam kesesatan yang nyata”. (Al-Jumu’ah: 2).
Jiwa manusia sering menerima serangan dari berbagai penyakit hati yang mengakibatkan akhhlak manusia menjadi buruk, tidak sesuai dengan yang Allah gariskan dan Rasul-Nya contohkan. Bisa jadi orang yang terkena penyakit hati akan menjadi malas beribadah, pelaku maksiat, atau hamba dari hawa nafsunya.
Oleh karena itu, menyucikan dan membersihkan jiwa (tazkiyatun nafs) dari berbagai penyakit hati merupakan suatu keharusan sebagaimana yang Allah serukan dalam Al-Qur’an, dan itu menjadi aktifitas yang tak terpisahkan dari keseharian orang muslim. Alah sangat menyukai hamba-hamba-Nya yang menyucikan jiwa dan sangat membenci hamba-hamba-Nya yang mengotori jiwa dengan kemaksiatan.
Dengan demikian, seseorang yang mengharapkan keridhaan Allah dan kebahagiaan abadi di hari akhir hendaknya benar-benar memberi perhatian khusus pada tazkiyatun nafs (penyucian jiwa). Ia harus berupaya agar jiwanya senantiasa berada dalam kondisi suci. Kedatangan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ke dunia ini tak lain adalah untuk menyucikan jiwa manusia. Ini sangat terlihat jelas pada jiwa para sahabat antara sebelum memeluk Islam dan sesudahnya. Sebelum mengenal Al-Islam jiwa mereka dalam keadaan kotor oleh debu-debu syirik, ashabiyah (fanatisme suku), dendam, iri, dengki dan sebagainya. Namun begitu telah disibghah (diwarnai) oleh syariat Islam yang dibawa Rasulullah SAW, mereka menjadi bersih, bertauhid, ikhlas, sabar, ridha, zuhud dan sebagainya.
Keberuntungan dan kesuksesan seseorang, sangat ditentukan oleh seberapa jauh ia men-tazkiyah dirinya. Barangsiapa tekun membersihkan jiwanya maka sukseslah hidupnya. Sebaliknya yang mengotori jiwanya akan senantiasa merugi, gagal dalam hidup. Hal itu diperkuat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sumpahNya sebanyak sebelas kali berturut-turut, padahal dalam Al-Qur’an tidak dijumpai keterangan yang memuat sumpah Allah sebanyak itu secara berurutan. Marilah kita perhatikan firman Allah sebagai berikut:
“Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan demi bulan apabila mengiringinya, dan malam bila menutupinya, dan langit serta pembinaannya, dan bumi serta penghamparannya, dan jiwa serta penciptaannya (yang sempurna), maka Allah mengilhamkan pada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya, sungguh beruntunglah orang yang menyucikan jiwanya, dan sungguh merugilah orang yang mengotori jiwanya”.(Asy-Syams: 1-10).
Dalam ayat yang lain juga disebutkan bahwa nantinya harta dan anak-anak tidak bermanfaat di akhirat. Tetapi yang bisa memberi manfaat adalah orang yang menghadap Allah dengan Qalbun Salim , yaitu hati yang bersih dan suci.
Firman Allah:
“yaitu di hari harta dan anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih”. (Asy-Syu’araa’:88-89).
Hakekat Tazkiyatun Nafs
Secara umum aktivitas tazkiyatun nafs mengarah pada dua kecenderungan, yaitu
  1. Membersihkan jiwa dari sifat-sifat tercela, membuang seluruh penyakit hati.
  2. Menghiasi jiwa dengan sifat-sifat terpuji.
Kedua hal itu harus berjalan seiring, tidak boleh hanya dikerjakan satu bagian kemudian meninggalkan bagian yang lain. Jiwa yang cuma dibersihkan dari sifat tercela saja, tanpa dibarengi dengan menghiasi dengan sifat-sifat kebaikan menjadi kurang lengkap dan tidak sempurna. Sebaliknya, sekedar menghiasi jiwa dengan sifat terpuji tanpa menumpas penyakit-penyakit hati, juga akan sangat ironis. Tidak wajar. Ibaratnya seperti sepasang pengantin, sebelum berhias dengan beragam hiasan, mereka harus mandi terlebih dahulu agar badannya bersih. Sangat buruk andaikata belum mandi (membersihkan kotoran-kotoran di badan) lantas begitu saja dirias. Hasilnya tentu sebuah pemandangan yang mungkin saja indah tetapi bila orang mendekat akan tercium bau tak sedap.
Wasilah Tazkiyatun Nafs
Wasilah (sarana) untuk men-tazkiyah jiwa tidak boleh keluar dari patokan-patokan syar’i yang telah ditetapkan Allah dan rasulNya. Seluruh wasilah tazkiyatun nafs adalah beragam ibadah dan amal-amal shalih yang telah disyariatkan di dalam Al-Qur’an dan Sunnah.
Sesungguhnya rangkaian ibadah yang diajarkan Allah dan RasulNya telah memuat asas-asas tazkiyatun nafs dengan sendirinya. Bahkan bisa dikatakan bahwa inti dari ibadah-ibadah seperti shalat, shaum, zakat, haji, dzikir dan lain-lain itu tidak lain adalah aspek-aspek tazkiyah.
Shalat misalnya, bila dikerjakan secara khusyu’, ikhlas dan sesuai dengan syariat, niscaya akan menjadi pembersih jiwa, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berikut:
Abu Hurairah radhiyallaahu anhu berkata: Saya telah mendengar Rasulullah n bersabda: “Bagaimanakah pendapat kamu kalau di muka pintu (rumah) salah satu dari kamu ada sebuah sungai, dan ia mandi daripadanya tiap hari lima kali, apakah masih ada tertinggal kotorannya? Jawab sahabat: Tidak. Sabda Nabi: “Maka demikianlah perumpamaan shalat lima waktu, Allah menghapus dengannya dosa-dosa“. (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Dari hadits di atas nampak sekali bahwa misi utama penegakan shalat adalah menyangkut tazkiyatun nafs. Artinya, dengan shalat secara benar (sesuai sunnah), ikhlas dan khusyu’, jiwa akan menjadi bersih, yang digambarkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam seperti mandi di sungai lima kali. Sebuah perumpamaan atas terhapusnya kotoran-kotoran dosa dari jiwa. Secara demikian, bisa kita bayangkan kalau ibadah shalat ini ditambah dengan shalat-shalat sunnah. Tentu nilai kebersihan jiwa yang diraih lebih banyak lagi.
Demikian pula masalah shaum (puasa). Hakekat puasa yang paling dalam berada pada aspek tazkiyah. Sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam:
Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan minum“. (HR Al-Bukhari, Ahmad dan lainnya).
Dalam hadits yang lain disebutkan:
“Adakalanya orang berpuasa, bagian dari puasanya (hanya) lapar dan dahaga”. (HR Ahmad).
Ini menunjukkan betapa soal-soal tazkiyatun nafs benar-benar mewarnai dalam ibadah puasa, sehingga tanpa membuat-buat syariat baru sesungguhnya apa yang datang dari syariat Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bila diresapi secara mendalam benar-benar telah mencukupi.
Hal yang sama dijumpai pada ibadah qurban. Esensi utama qurban adalah ketaqwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berarti soal pembersihan jiwa dan bukan terbatas pada daging dan darah qurban.
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
Daging-daging dan darahnya itu, sekali-kali tidak dapat mencapai derajat (keridhaan) Allah, tetapi keaqwaan daripada kamulah yang dapat mencapainya“.(Al-Hajj: 37).
Kalau diteliti lagi masih banyak sekali ibadah dalam syariat Islam yang muara akhirnya adalah pembersihan jiwa. Dengan mengikuti apa yang diajarkan syariat, niscaya seorang muslim telah mendapatkan tazkiyatun nafs. Contohnya adalah para sahabat Rasulullah. Mereka adalah generasi yang paling dekat dengan zaman kenabian dan masih bersih pemahaman agamanya, karenanya mereka memiliki jiwa-jiwa yang suci lantaran ber-ittiba’ pada sunnah Rasul dan tanpa menciptakan cara-cara bid’ah dalam tazkiyatun nafs. Mereka mendapatkan kesucian jiwa tanpa harus menjadi seorang sufi yang hidup dengan syariat yang aneh-aneh dan njlimet (rumit).
Bagi seorang muslim, ia harus berupaya menggapai masalah tazkiyatun nafs dari serangkaian ibadah yang dikerjakannya. Artinya, ibadah yang dilakukan jangan hanya menjadi gerak-gerak fisik yang kosong dari ruh keimanan dan taqarrub kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebaliknya, ibadah apapun yang kita kerjakan hendaknya juga bernuansa pembersihan jiwa. Dengan cara seperti inilah, insya Allah kita bisa mencapai keberuntungan.
Takhalli, Tahalli, & Tajalli
Manusia dilengkapi oleh Allah dua hal pokok, yaitu jasmani dan rohani. Dua hal ini memiliki keperluan masing-masing. Jasmani membutuhkan makan, minum, pelampiasan syahwat, keindahan, pakaian, perhiasan-perhiasan dan kemasyhuran. Rohani, pada sisi lain, membutuhkan kedamaian, ketenteraman, kasih-sayang dan cinta.
Para sufi menegaskan bahwa hakekat sesungguhnya manusia adalah rohaninya. Ia adalah muara segala kebajikan. Kebahagiaan badani sangat tergantung pada kebahagiaan rohani. Sedang, kebahagiaan rohani tidak terikat pada wujud luar jasmani manusia. Sebagai inti hidup, rohani harus ditempatkan pada posisi yang lebih tinggi. Semakin tinggi rohani diletakkan, kedudukan manusia akan semakin agung. Jika rohani berada pada tempat rendah, hina pulalah hidup manusia. Fitrah rohani adalah kemuliaan, jasmani pada kerendahan. Badan yang tidak memiliki rohani tinggi, akan selalu menuntut pemenuhan kebutuhan-kebutuhan rendah hewani. Rohani hendaknya dibebaskan dari ikatan keinginan hewani, yaitu kecintaan pada pemenuhan syahwat dan keduniaan. Hati manusia yang terpenuhi dengan cinta pada dunia, akan melahirkan kegelisahan dan kebimbangan yang tidak berujung. Hati adalah cerminan ruh. Kebutuhan ruh akan cinta bukan untuk dipenuhi dengan kesibukan pada dunia. Ia harus bersih.
Dalam rangkaian metode pembersihan hati, para sufi menetapkan dengan tiga tahap : Takhalli, Tahalli, dan Tajalli.
Takhalli, sebagai tahap pertama dalam mengurus hati, adalah membersihkan hati dari keterikatan pada dunia. Hati, sebagai langkah pertama, harus dikosongkan. Ia disyaratkan terbebas dari kecintaan terhadap dunia, anak, istri, harta dan segala keinginan duniawi.
Dunia dan isinya, oleh para sufi, dipandang rendah. Ia bukan hakekat tujuan manusia. Manakala kita meninggalkan dunia ini, harta akan sirna dan lenyap. Hati yang sibuk pada dunia, saat ditinggalkannya, akan dihinggapi kesedihan, kekecewaan, kepedihan dan penderitaan. Untuk melepaskan diri dari segala bentuk kesedihan, lanjut para saleh sufi, seorang manusia harus terlebih dulu melepaskan hatinya dari kecintaan pada dunia.
Tahalli, sebagai tahap kedua berikutnya, adalah upaya pengisian hati yang telah dikosongkan dengan isi yang lain, yaitu Allah (swt). Pada tahap ini, hati harus selalu disibukkan dengan dzikir dan mengingat Allah. Dengan mengingat Allah, melepas selain-Nya, akan mendatangkan kedamaian. Tidak ada yang ditakutkan selain lepasnya Allah dari dalam hatinya. Hilangnya dunia, bagi hati yang telah tahalli, tidak akan mengecewakan. Waktunya sibuk hanya untuk Allah, bersenandung dalam dzikir. Pada saat tahalli, lantaran kesibukan dengan mengingat dan berdzikir kepada Allah dalam hatinya, anggota tubuh lainnya tergerak dengan sendirinya ikut bersenandung dzikir. Lidahnya basah dengan lafadz kebesaran Allah yang tidak henti-hentinya didengungkan setiap saat. Tangannya berdzikir untuk kebesaran Tuhannya dalam berbuat. Begitu pula, mata, kaki, dan anggota tubuh yang lain. Pada tahap ini, hati akan merasai ketenangan. Kegelisahannya bukan lagi pada dunia yang menipu. Kesedihannya bukan pada anak dan istri yang tidak akan menyertai kita saat maut menjemput. Kepedihannya bukan pada syahwat badani yang seringkali memperosokkan pada kebinatangan. Tapi hanya kepada Allah. Hatinya sedih jika tidak mengingat Allah dalam setiap detik.
Setelah tahap ‘pengosongan’ dan ‘pengisian’, sebagai tahap ketiga adalah Tajalli. Yaitu, tahapan dimana kebahagian sejati telah datang. Ia lenyap dalam wilayah Jalla Jalaluh, Allah subhanahu wata’ala. Ia lebur bersama Allah dalam kenikmatan yang tidak bisa dilukiskan. Ia bahagia dalam keridho’an-Nya. Pada tahap ini, para sufi menyebutnya sebagai ma’rifah, orang yang sempurna sebagai manusia luhur.
Syekh Abdul Qadir Jaelani menyebutnya sebagai insan kamil, manusia sempurna. Ia bukan lagi hewan, tapi seorang malaikat yang berbadan manusia. Rohaninya telah mencapai ketinggian kebahagiaan. Tradisi sufi menyebut orang yang telah masuk pada tahap ketiga ini sebagai waliyullah, kekasih Allah. Orang-orang yang telah memasuki tahapan Tajalli ini, ia telah mencapai derajat tertinggi kerohanian manusia. Derajat ini pernah dilalui oleh Hasan Basri, Imam Junaidi al-Baghdadi, Sirri Singkiti, Imam Ghazali, Rabiah al-Adawiyyah, Ma’ruf al-Karkhi, Imam Qusyairi, Ibrahim Ad-ham, Abu Nasr Sarraj, Abu Bakar Kalabadhi, Abu Talib Makki, Sayyid Ali Hujweri, Syekh Abdul Qadir Jaelani, dan lain sebagainya. Tahap inilah hakekat hidup dapat ditemui, yaitu kebahagiaan sejati.
Wallahu a’lam